Gue baru sadar kalau tulisan ini masih dalam bentuk draft padahal udah gue tulis lebih dari setahun yang lalu, jadi gue baru posting sekarang. PERINGATAN! Tulisan ini mengandung spoiler.
Hari ini, gue baru aja menonton film Dua Garis Biru, salah satu film produksi Starvision dan karya dari Mbak Gina S. Noer.

Awalnya, waktu lihat teaser dan trailernya, gue KAGET banget ada film yang seberani ini membuka kenyataan tentang pergaulan remaja sekarang. Dari awal aja, gue udah tertarik banget. Gue pun ikut menyebarkan informasi tentang film ini ke media sosial gue. Tebak apa yang gue dapat?
Ada teman gue yang bilang kalau, 'Fat, kok, filmnya gini banget. Emang bagus ya?'. Gue ngerti, sih, mungkin bagi sebagian orang yang sangat menjaga nilai tidak berpacaran akan kaget banget melihat adegan Dara dan Bima yang pelukan dan hampir ciuman di teasernya. Tapi, kan, gak semua orang Indonesia memiliki nilai seperti itu, ya. Selain itu, apa yang dilakukan Dara dan Bima itu sebenarnya udah cukup banyak dilakuin sama remaja Indonesia. Hah masa? Iya, kata data, sih. Menurut Negara & Hapsari (2020), sebanyak 30% remaja perempuan dan 50% remaja laki sudah pernah ciuman bibir. Di sini, gue gak bilang apakah perilaku ini salah atau engga. Balik lagi ke nilai masing - masing. Tapi, gue mau nekenin kalau perilaku ini UDAH BANYAK dilakuin sama remaja Indonesia.
Emang filmnya tentang apa, sih?
Jadi, film ini menceritakan tentang Dara (Zara JKT48) dan Bima (Angga A. Y.) yang merupakan teman satu kelas. Seperti biasa, lah. Awalnya ditampilkan indahnya kisah kasih di sekolah. Mungkin, kalau kamu punya kisah cinta yang indah di SMA akan sangat relate dengan kisah mereka. Tapi, Dara dan Bima berasal dari dua dunia berbeda. Dara merupakan gadis dengan sosioekonomi menengah ke atas, sedangkan Bima berasal dari sosioekonomi menengah ke bawah. Perbedaan ini akan menjadi sangat jelas karena terlihat pengaruhnya kepada sikap dan budaya mereka.
Lalu, bunga - bunga cinta Dara dan Bima bermekaran. Sayangnya, mereka belum siap merekahkan bunga cinta mereka. Ketika orangtua Dara keluar kota, Dara dan Bima melakukan hubungan seksual di kamar Dara. Mereka masih baik - baik aja, hingga Dara menyadari kalau dia belum mendapatkan menstruasi di waktu biasanya. Setelah dicek, ya, betul. Dara Hamil. Dara dan Bima bingung. Bima sempat menghindar dari Dara karena takut untuk bertanggung jawab. Mereka sangat bingung bagaimana menyembunyikan kehamilan Dara. Sempat terpikir untuk melakukan aborsi. Bahkan, Bima juga memiliki tetangga yang pernah melakukan aborsi dan meminta saran kepadanya. Tapi, Dara baru sadar bahwa itu berarti menyakiti janin yang ada di tubuhnya, setelah melihat bagaimana buah stroberi (yang ia pernah bandingkan dengan ukuran janinnya) hancur di dalam blender. Mereka pun membatalkan rencana itu.

Sampai bagian itu, gue dapat merasakan banget bagaimana film itu menggambarkan bingungnya remaja Indonesia yang hamil di luar pernikahan. Minimnya pendidikan seksual membuat remaja tidak tahu apa akibat dari perbuatan mereka. Meningat 33% remaja Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah (Prasasti, 2019), gue rasa isu ini sudah tidak boleh lagi menjadi hal tabu untuk dibahas. Remaja harus tahu dan SADAR apa akibat dari aktif secara seksual, berganti - ganti pasangan seksual, hamil di usia yang belum dewasa, memiliki anak di luar hubungan pernikahan di Indonesia, dan sebagainya. Sehingga, mereka tidak lagi buta dengan hal - hal seperti itu dan dapat berperilaku sesuai dengan kapasitas tanggung jawab mereka.
Selama ini, di sebagian lingkungan, pendidikan seksual hanya berkisar pada larangan untuk melakukan zina tanpa menjelaskan MENGAPA itu dilarang dan apa AKIBATnya jika dilanggar. Pertanyaan terkait seks dianggap tidak sopan dan tidak baik. Padahal, rasa penasaran remaja tidak bisa hilang hanya karena dilarang. Justru, remaja akan mencari - cari tahu sendiri, walaupun di luar 'batasan' yang ditetapkan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Mungkin, orangtua atau kita sebagai kakak bisa melarang adik kita untuk tidak melakukan hal - hal yang kita anggap 'hanya untuk orang dewasa' selama mereka belum cukup umur, tapi kita gak tahu apa yang mereka lakuin di belakang kita, kan? Dan lagi, kita gak tahu apa yang mereka pahami tentang hal - hal itu.

Ketika keluarga Dara dan Bima sudah tahu bahwa Dara hamil, orangtua Dara dan Bima sangat menyesal. Mereka menyadari bahwa mereka sangat jarang berbicara mengenai pendidikan seksual kepada anak - anaknya. Di mata mereka, Bima dan Dara adalah anak mereka yang baik, patuh, dan sayang orangtua. Ketika mereka berpacaranpun, orangtua Dara tidak mengekang karena percaya kalau Bima adalah laki - laki yang baik. Hal yang mereka lupa adalah cinta remaja tidak sesederhana itu. Dorongan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan yang cukup tentunya akan menyulitkan pengendalian dan kontrol diri dilakukan. Gue rekomendasiin banget film ini buat ditonton dan berterimakasih banget Mbak Gina udah berani buat film yang berani speak up masalah ini.
Di sini, gue mau mengajak kalian para pembaca untuk sadar kalau cinta remaja tidak 'sesederhana' itu. Pendidikan seksual PENTING BANGET buat diajarkan sedini mungkin pada anak. Ih, pendidikan seksual berarti ngajarin seks dong?! Gak gitu. Pendidikan seksual bukan terkait mengajarkan hal 'teknis' seperti itu. Namun, ke hal - hal yang jauh lebih mendasar. Contohnya, mengenai pubertas, kehamilan, menjaga kesehatan reproduksi, dan sebagainya. Sehingga, ketika anak sudah remaja dan mulai berpacaran atau semacamnya, ia tidak hanya mengetahui rambu - rambu norma dan nilai yang diajarkan padanya sejak kecil, tapi juga mengerti MENGAPA rambu - rambu itu dibuat dan apa AKIBAT JIKA DILANGGAR?
Pilih mana, malu dan akhirnya enggak ngomongin pendidikan seks ke anak atau adik kita karena menganggapnya tabu dan dia belajar mengenai 'cinta dan seks' dengan konsep yang sangat terdistorsi (seperti melalui pornografi) dengan diam - diam, atau kita mau membimbing dan mewadahi rasa ingin tahu anak dengan cara yang baik, hangat, dan tidak menghakiminya? Semua pilihan ada di tangan kamu.
Referensi :
Negara, S. B. & Hapsari, O. P. (2020) Perilaku Pacaran dan Seksual Remaja di Indonesia. Diambil dari http://indonesiabaik.id/infografis/perilaku-pacaran-dan-seksual-remaja-indonesia
Prasasti, G. D. (2019) Riset : 33 Persen Remaja Indonesia Lakukan Hubungan Seks Penetrasi Sebelum Menikah. Diambil dari https://www.liputan6.com/health/read/4016841/riset-33-persen-remaja-indonesia-lakukan-hubungan-seks-penetrasi-sebelum-nikah#
Hari ini, gue baru aja menonton film Dua Garis Biru, salah satu film produksi Starvision dan karya dari Mbak Gina S. Noer.

Awalnya, waktu lihat teaser dan trailernya, gue KAGET banget ada film yang seberani ini membuka kenyataan tentang pergaulan remaja sekarang. Dari awal aja, gue udah tertarik banget. Gue pun ikut menyebarkan informasi tentang film ini ke media sosial gue. Tebak apa yang gue dapat?
Ada teman gue yang bilang kalau, 'Fat, kok, filmnya gini banget. Emang bagus ya?'. Gue ngerti, sih, mungkin bagi sebagian orang yang sangat menjaga nilai tidak berpacaran akan kaget banget melihat adegan Dara dan Bima yang pelukan dan hampir ciuman di teasernya. Tapi, kan, gak semua orang Indonesia memiliki nilai seperti itu, ya. Selain itu, apa yang dilakukan Dara dan Bima itu sebenarnya udah cukup banyak dilakuin sama remaja Indonesia. Hah masa? Iya, kata data, sih. Menurut Negara & Hapsari (2020), sebanyak 30% remaja perempuan dan 50% remaja laki sudah pernah ciuman bibir. Di sini, gue gak bilang apakah perilaku ini salah atau engga. Balik lagi ke nilai masing - masing. Tapi, gue mau nekenin kalau perilaku ini UDAH BANYAK dilakuin sama remaja Indonesia.
Emang filmnya tentang apa, sih?
Jadi, film ini menceritakan tentang Dara (Zara JKT48) dan Bima (Angga A. Y.) yang merupakan teman satu kelas. Seperti biasa, lah. Awalnya ditampilkan indahnya kisah kasih di sekolah. Mungkin, kalau kamu punya kisah cinta yang indah di SMA akan sangat relate dengan kisah mereka. Tapi, Dara dan Bima berasal dari dua dunia berbeda. Dara merupakan gadis dengan sosioekonomi menengah ke atas, sedangkan Bima berasal dari sosioekonomi menengah ke bawah. Perbedaan ini akan menjadi sangat jelas karena terlihat pengaruhnya kepada sikap dan budaya mereka.
Lalu, bunga - bunga cinta Dara dan Bima bermekaran. Sayangnya, mereka belum siap merekahkan bunga cinta mereka. Ketika orangtua Dara keluar kota, Dara dan Bima melakukan hubungan seksual di kamar Dara. Mereka masih baik - baik aja, hingga Dara menyadari kalau dia belum mendapatkan menstruasi di waktu biasanya. Setelah dicek, ya, betul. Dara Hamil. Dara dan Bima bingung. Bima sempat menghindar dari Dara karena takut untuk bertanggung jawab. Mereka sangat bingung bagaimana menyembunyikan kehamilan Dara. Sempat terpikir untuk melakukan aborsi. Bahkan, Bima juga memiliki tetangga yang pernah melakukan aborsi dan meminta saran kepadanya. Tapi, Dara baru sadar bahwa itu berarti menyakiti janin yang ada di tubuhnya, setelah melihat bagaimana buah stroberi (yang ia pernah bandingkan dengan ukuran janinnya) hancur di dalam blender. Mereka pun membatalkan rencana itu.

Sampai bagian itu, gue dapat merasakan banget bagaimana film itu menggambarkan bingungnya remaja Indonesia yang hamil di luar pernikahan. Minimnya pendidikan seksual membuat remaja tidak tahu apa akibat dari perbuatan mereka. Meningat 33% remaja Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah (Prasasti, 2019), gue rasa isu ini sudah tidak boleh lagi menjadi hal tabu untuk dibahas. Remaja harus tahu dan SADAR apa akibat dari aktif secara seksual, berganti - ganti pasangan seksual, hamil di usia yang belum dewasa, memiliki anak di luar hubungan pernikahan di Indonesia, dan sebagainya. Sehingga, mereka tidak lagi buta dengan hal - hal seperti itu dan dapat berperilaku sesuai dengan kapasitas tanggung jawab mereka.
Selama ini, di sebagian lingkungan, pendidikan seksual hanya berkisar pada larangan untuk melakukan zina tanpa menjelaskan MENGAPA itu dilarang dan apa AKIBATnya jika dilanggar. Pertanyaan terkait seks dianggap tidak sopan dan tidak baik. Padahal, rasa penasaran remaja tidak bisa hilang hanya karena dilarang. Justru, remaja akan mencari - cari tahu sendiri, walaupun di luar 'batasan' yang ditetapkan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Mungkin, orangtua atau kita sebagai kakak bisa melarang adik kita untuk tidak melakukan hal - hal yang kita anggap 'hanya untuk orang dewasa' selama mereka belum cukup umur, tapi kita gak tahu apa yang mereka lakuin di belakang kita, kan? Dan lagi, kita gak tahu apa yang mereka pahami tentang hal - hal itu.

Ketika keluarga Dara dan Bima sudah tahu bahwa Dara hamil, orangtua Dara dan Bima sangat menyesal. Mereka menyadari bahwa mereka sangat jarang berbicara mengenai pendidikan seksual kepada anak - anaknya. Di mata mereka, Bima dan Dara adalah anak mereka yang baik, patuh, dan sayang orangtua. Ketika mereka berpacaranpun, orangtua Dara tidak mengekang karena percaya kalau Bima adalah laki - laki yang baik. Hal yang mereka lupa adalah cinta remaja tidak sesederhana itu. Dorongan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan yang cukup tentunya akan menyulitkan pengendalian dan kontrol diri dilakukan. Gue rekomendasiin banget film ini buat ditonton dan berterimakasih banget Mbak Gina udah berani buat film yang berani speak up masalah ini.
Di sini, gue mau mengajak kalian para pembaca untuk sadar kalau cinta remaja tidak 'sesederhana' itu. Pendidikan seksual PENTING BANGET buat diajarkan sedini mungkin pada anak. Ih, pendidikan seksual berarti ngajarin seks dong?! Gak gitu. Pendidikan seksual bukan terkait mengajarkan hal 'teknis' seperti itu. Namun, ke hal - hal yang jauh lebih mendasar. Contohnya, mengenai pubertas, kehamilan, menjaga kesehatan reproduksi, dan sebagainya. Sehingga, ketika anak sudah remaja dan mulai berpacaran atau semacamnya, ia tidak hanya mengetahui rambu - rambu norma dan nilai yang diajarkan padanya sejak kecil, tapi juga mengerti MENGAPA rambu - rambu itu dibuat dan apa AKIBAT JIKA DILANGGAR?
Pilih mana, malu dan akhirnya enggak ngomongin pendidikan seks ke anak atau adik kita karena menganggapnya tabu dan dia belajar mengenai 'cinta dan seks' dengan konsep yang sangat terdistorsi (seperti melalui pornografi) dengan diam - diam, atau kita mau membimbing dan mewadahi rasa ingin tahu anak dengan cara yang baik, hangat, dan tidak menghakiminya? Semua pilihan ada di tangan kamu.
Referensi :
Negara, S. B. & Hapsari, O. P. (2020) Perilaku Pacaran dan Seksual Remaja di Indonesia. Diambil dari http://indonesiabaik.id/infografis/perilaku-pacaran-dan-seksual-remaja-indonesia
Prasasti, G. D. (2019) Riset : 33 Persen Remaja Indonesia Lakukan Hubungan Seks Penetrasi Sebelum Menikah. Diambil dari https://www.liputan6.com/health/read/4016841/riset-33-persen-remaja-indonesia-lakukan-hubungan-seks-penetrasi-sebelum-nikah#
Komentar
Posting Komentar